Minggu, 21 November 2010

Mengenal Imam Fachruddin ar-Razi


Mengenal Imam Fachruddin ar-Razi
Oleh Munawir Husni

Rayy, salah satu kota yang terletak di sebelah tenggara Teheran adalah sebuah kota yang telah banyak melahirkan para pemikir Islam terkenal di antaranya: Abu Bakar Muhamamd bin Zakariya ar-Razi, Abu Hatim ar-Razi, Abu HusainAhmad bin Faris bin Zakariya ar-Razi, Abu Bakar ar-Razi al-Jashash, Quthbuddien ar-Razi dan Fakhruddien ar-Razi.
  1. Keilmuan Fakhruddien ar-Razi

Fakhruddien ar-Razi adalah gelar yang diberikan umat pada masanya. Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali at-Taimi al-nakri at-Thabari ar-Razi at-Thabarstani al-Qurashi al-Faqih as-Syafi’i. Dia lahir di Rayy yang lokasinya sekarang dekat dengan Teheran. Fakhruddien lahir pada bulan Ramadhan 544 H bertepatan dengan tahun 1149 M dan namanya dinisbahkan kepada ar-Razi sebagaimaan terdapat pada kitab al-Ansaab karangan as-Sam’ani. Tentang perawakannya ia berbadan tegak, berjanggut lebat, memiliki suara yang keras dan juga bersikap sopan santun, sebagaimana terdapatdalam kitab al-Ibar: 18 dan Sadzarat az-Zahab: 5/21. Fakhruddien ar-Razi mempunyai beberapa nama panggilan seperti Abu Abdullah, sebagaimana terdapat dalam kitab Wafayatul ‘Ayan, Sadzara az-Zahabdan UyunulAnba’, Abul Ma’ali, sebagaimana terdapat dalam kitab an0Nujum az-Zahirah, Abul Fadhl sebagaimana dalam kitab Akhbarul Ulama karangan al-Qafathi dan Ibnu Khatib ar-Rayy sebagaimana dalam Tarikh Ibnu Khaldun. Disebabkan pengetahuaannya yang luas, maka Muhammad Ibnu Umar ar-Razi mendapat berbagai gelar seperti: Khatib ar-Rayy, al-Imam, Fakhruddien dan Syaikh Islam. Dia mendapat julukan Khatib ar-Rayy karena dia adalah ulama terkemuka Rayy. Dia dijuluki Imam karena menguasai ushul fiqih dan syariat. Dia juga disebut Fakhruddien ar-Razi karena penguasaannya yang sangat mendalam tentang berbagai disiplin kelimuan yang menyebabkannya berbeda dengan para tokoh pemikir dari Rayy. Dia juga dipanggil sebagaiSyaikhul Islam di Herat karena penguasaaan keilmuannya yang tinggi.

Mazhab fiqih yang ia pelajari berasal dari ayahnya Dhiyauddien Umar dan ia dari Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Farral al-Baghawi dan ia dari al-Qahi Husain al-Maruzidan ia dari al-Qafal al-Maruzi dan ia dari Abi Zaid al-Maruzi dan ia dari Abu Ishaq al-Maruzi dan ia dari Abul Abbas bin Suraij (Ahmad bin Umar) dan ia dari Abu Qasim al-Anmathi dan ia dari Ibrahim al-Muzani dan ia dari Imam Syafi’i. (Wafayatul A’yan: 3/384, Miratul Jinan: 4/11)
Fakhruddien ar-Razi menulis berbagai karya yang berkaitan dengan al-Quran. Ia menulisMafatih al-Ghaib, Buku tafsir ini ditulis kurang lebih selama 8 tahun, yaitu dari tahun 595-603 M, Asrar at-Tanzilwa Anwar at-Ta’wil, Khalq al-Quran, Tafsir surat Fatihah, Tafsir surat al-Baqarah, at-Tanbih ala ba’dh al-Asrar al-Mau’idhah fi ba’dhi ayat al-Quran, Asas Taqdis, Nihayat al-I’jaz fi Dirayatil I’jaz, Ismatul Anbiya’


Selain sebagai seorang Mufasir, Fakhruddien juga seorang pakar syariah. Ini Nampak bukan saja dari tulisan-tulisanyadalam bidang fiqih danb ushul fiqih, namun juga dari berbagai perdebatannya dengan ahli-ahli fiqih yang lain. Fakhruddien ar-Razi meiliki keilmuan yang tinngi dalam masalah fiqih dan ushulnya karena memang sejak muda ia telah berhasil menguasai literature yang dijadikan standar dalam ushul fiqih seperti: al-Burhan karya Imam al-Haramain al-Juwaini, al-‘Ahd karya Qadhi Abdul Jabar, Musthafa karya Imam Ghazali, al-Mu’tamid karya Abu Husain al-Bashri dan ar-Risalah karya Imam Syafi’i. Di antara tulisan-tulisan Fakhruddien dalam masalah fiqih dan ushul fiqih seperti Ihkamul Ahkam,Ibthal QIyas, Sharh Wajiz fil Fiqh, dan al-Mahshul fi Ilmil Ushul.

Fakhruddien adalah seorang penulis yang produktif, ia banyak membahasa berbagai persoalan dengan mendalam. Ia menulis sastra arab, kedokteran dan perbandingan agama, di antara karyanya dalam sastra arab seperti: Nihayatul Ijaz fi Dirayat al-‘Ijaz, Sarh Saqt al-Zand Li Abil al-Ma’ari dan al-Muharar fi Haqaiq an-Nahwu. Karyanya dalam bidang kedokteran seperti Sarh al-Qanun, at-Tibb al-Kabir dan Masail Fit Thibb.

  1. Dialog antara Imam Fakhruddien ar-Razi dan para Pendeta

Fakhruddien ar-Razi adalah seorang kristolog ulung, hal ini bisa kita lihat dari perdebatan-perdebatan yang pernah terjadai antara dia dan para pendeta, semisal di Khawarizm. Berikut ini kami kutip perdebatan antara Fakhruddien ar-Razi dan para pendeta di Khawarizm yang kami ambil dari kitab Izharul Haq, karya Syaikh Muhammad Rahmatullah al-Kairanawi halaman: 472-474 cetakan Penerbit Cendekia, Jakarta. Dia pernah ditanya oleh seorang pendeta, “Apa argument tentang kenabian Muhammad SAW? Dia menjawab,”Seperti telah diberitakan kepada kita mengenai mukjizat Nabi Musa dan Isa serta nabi-nabi lainnya, maka diberikan pula kepda kita mengenai mukjizat Nabi Muhammad SAW. Persoialannya apakah kita meolak atau menerima argument-argumen mutawatir itu atau menerimanya?
Jika kita mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat itu tidak menunjukkan kepada kebenaran, maka dengan serta merta kenabian para nabi itu batal. Lalu, kika kita mengakui sahnya berta mutawatir dan dengan mukjizat itu kita mengakui kebenaran eksistensi para nabi, termasuk nabi Muhammad SAW, maka kita harus mengakui kenabian Muhammad SAW. Menurut para ahli logika, dengan tetapnya argument  maka sesuatu yangh ditunjuk oleh dalil itu menjadi sesuatu yang taken for granted.
Kemudian pendeta itu berkata,”Tetapi, saya tidak mengatakan bahwa Yesus itu nabi, sebab bagi saya Yesus adalah Tuhan.” Tenyang pernyataan ini, Suakh ar-Razi, melihat beberapa segi kerancuan.
o   “Perkataan tentang kenabian mesti didahhului dengan pengakuan tentang Tuhan.” Asumsi seperti ini saya tegaskan kepadanya sebagai asumsi batil. Menurut saya, Tuhan adalah zat wajibul wujud lidzatihi yang mesti bukan dari jism atau aradh. Sedangkan Yesus adalah eksistensi dari makhluk bias yang ada setekah sebelumnya tidak ada, mengalami proses bayi, kecil, remajadan dewasa. Ia biasa makan, tidur dan terjaga. Karena itu sesuatu yang baru, selalu butuh dan berubah-ubah adalah makhuk, dan bukan Tuhan.
o   Apabila sebagian juz Tuhan  menyatu dalam Tuhan, maka ini juga tidak mungkin. Sebab juz tersebut apabila dianggap masuk dalam Tuhan, maka ketika terjadi pemisahan Tuhan, maka ia bukanlah juz dari Tuhan. Kedua kemugkinan ini jelas-jelas batil.
o   Secara akal berubahnya tongkat menjadi ular lebih rumit ketimbang berubahnya mayit menjadi hidup. Kemungkinan perubahan mayit menjadi hidup lebih besar daripada kemungkinan perubahan tongkat menjadi ular. Tetapi, mengapa perubahan tongkat menjadi ular tidak menyebabkan Musa mendapat klain sebagai Tuhan atau anak Tuhan? Jika kejadian luar biasa seperti berubahnya tongkat menjadi ular tidak menjadikan Musa sebagai Tuhan, maka apalagi perubahan mayit menjadi hidup. maka kejadian luar biasa tidak dengan serta-merta menunjukkan pemiliknya sebagai Tuhan.
o   Ringkasnya Fakhruddien adalah salah seorang tokoh intelektual besar di dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, ia meguasai berbgai disipkin ilmu  seperti al-Quran, Hadits, Tafsir, Fiqih, Ushul Fiqih, sastra arab, perbandingan agama, logika ,Matematika dan kedokteran. Ia telah menulsi kurang lebih dua ratus karya. Puluhan di antara karyanya telah diterbitkan, namun masih banyak karyanya yang masih dalam bentuk manuyskrip dan beum diterbitkan serta-karyanya yang keberadaannya masih belum diketahui.
  1. Keadaan Masyarakat pada Masa Fakhruddien ar-Razi

Fakhruddien ar-Razi hidup pada pertengahan abad keenam Hijriyah, pada masa itu umat Islam sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam hal politik, masyarakat, ilmiah dan keyakinan. Daulah Abbasiyah ketika itu sedang mengalami kegoncangan, terjadi peang salibdi daerah Syam dan terjadi perang Tartar didaerah sebelah timur.
Ketika masa itu banyak terjadi perselisihan mazhab dab aqidah, dan di daerah Rayy saja terdapat tiga kelompok yaitu: Syafi’iyah, Ahnaf dan Syi’ahdan juga kelompok-kelompok seperti Syi’ah, Muktazilah, Murjiah, Bathiniyah dan al-Karrasiyah. Tentang perkembangan ilmiah ketika itu, Ibnu Khaldun mengatakan: “Pada masa itu telah berkembang ilmu alam, ilmu agama, arsitektur dan music terutama di daerah pedalaman Iraq dan di daerah Wara’ an-Nahr dan ilmu akal pada masa itu sangat menguasai kebudayaan mereka.” (al-Muqaddimah: 381)
Kelompok Batiniyah menjadi kuat ketika itu, pengrang kitab Syadzarat az-Zahab mengatakan bahwa mereka membuat takut para pemimpin dan alim karena mereka suka membunuh manusia dan sebagaimana Imam Ghazali mensifati mereka, sacara Dhahir mazhab mereka adalah rafidhah dan batinnya adalah kekufuran (Fadhaih Bathiniyah: 37), pada masa itu juga berkembang kelompok Tasawuf, dan Ibnul Jauzi telah mengarang kitab Talbis Iblis untuk mengkritik praktek ibadah mereka. Dalam keadaan demikian Fakhruddien ar-Razi dilahirkan.
  1. Perantauan Intelektual

Banyak faktor yang membentuk Fakhruddien ar-Razi menjadi seorang ulama yang berwibawa. Selain memang memiliki keilmuan, ia mendapat pendidikan awal dari kedua orang tuanya, guru-gurunya dan dukungan dari para penguasa. Pengalaman dalan perantauan termasuk factor utama dalam membentuk kepribadian Fakhruddien ar-Razi. Setelah ayahnya, sekaligus guru pertamanya meninggal pada tahun 559 H, Fakhruddien ar-Razi yang saat itu berusia 15 tahun sudah merantau ke berbagai daerah. Dia pertama kali merantau ke Simman dan mendalami fiqih kepada seorang pakar dalam fiqih yaitu al-Kamal as-Samnani. Dia kemudian kembnali lagi ke Rayy dan berguru kepada Majdudien al-Jili dalam masalah filsafat. Ketika al-Ijili pndah ke Maraghah untuk mengajar, Fakhruddien ikut menemani perjalanan gurunya.
Untuk meluaskan wawasannya, Fakhruddien merantau ke berbagai daerah lainnya, ia merantau ke Khawarizm dan berdebat dengan tokoh-tokoh Mu’tazilah yang saat itu sangat berpengaruh di Khawarizm, selain berdebat degan tokoh-tokoh Mu’tazilah, Fakhruddiien ar-Razi juga berdebat dengan para pendeta Kristen. Dalam perdebatan tersebut, dia menujukkan berbagai kesalahan mendasar dalam dogma,dogma Kristen serta mempertahankan kemurnian Islam, dari perdebatan ini ia mengarang sebuah kitab yang berjudul Munazarah fi ar-Rad ala an-Nashara. Perdebatan dengan tokoh-tokoh Mu’tazilah menyebabkan Fakhruddien tidak betah dan kembali pulang ke Rayy.

Pada tahun 508 H, Fakhruddien yang pada saat itu sudah berusia 35 tahun, merantau lagi ke Transoxiana dan menetap kurang lebih dua tahun. Kini Transoxiana adalah pecahan dari wilayah Uni Soviet yang meliputi Khazakastan, Samarkand dan Uzbekistan. Di Sarkhes ia bertemu dengan Abdurrhman bin Abdulkarim as-Sarkhsi, seorang dokter, dalam pertemuan tersebut, Fakhruiddun yang juga sudah mengetahui tentang ilmu kedokteran menjelaskan kepad Abdurrahman tentang kitab al-Qanun. Dari Sarkhes, Fakhruddien menuju Bukhara, selanjutnya ke Samarkand, Khujand, Banakit, Ghaznah dan India. Selama perjalanan tersebut Fakhruddien aktif berdialog dan brdebat dengan tokoh-tokoh setempat.
Dari Samarkand, Fakhruddien bekunjung ke Ghaznah, disana ia mendapat perlindungan dari raja Ghaznah, Shihabuddien al-Ghuridan saudaranya Ghiyatuddien. Fakhruddien berhasil mengubah Ghiyatuddien yang meyakini karamiyah kepada Ahlu Sunnah, karena hal ini pengikut Karamiyah sangat marah kepadanya. Selain itu, pengikut Karamiyah juga marah kepada Fakhruddien karena dia mengkritik tokoh mereka, Ibnu Qudwah di depan public. Amiruddien, sepupu Ghiyatuddien menolong Ibnu Qudwah dan mengusir Fakhruddien dari Ghur.Perantauan Fakhruddien ar-Razi berakhir di Heart. Di Heart dia mendapat perlindungan dari Sultan Khurasan Ali ad-Din Khawarazamshah Tukush, ia menjadi pengajar anak sultan yang mewarisi tahta tahun 596 H.
Disebutkan bahwa ketika berada di Herat, lebih dari 300 orang murid dan pengikutnya menemani Fakhruddien ketika berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Acara-acara Fakhruddien ar-Razi di kota Herat di hadiri oleh banyak cendekiawan dan tokoh. Mereka bertanya mengenai berbagai persoalan dan mendengart darinya jawaban-jawaban spektakuler. Disebabkan usahanya banyak dari kalangan Karamiyah dan kalangan yang lain kembali ke Ahlu Sunnah. Di Herat Fakhruddien diberi gelar Syaihul Islam. Ia menetap di Herat sampai akhir hayatnya, ia meninggal di desa Mudhakhan, Heart apda tahun 606 H pada usia 62 tahun.



Referensi:

ü  Tafsir al-Fakhru ar-Razi (Tafsir al-Kabir wa Mafatihul Ghaib), Darul Fikr, 1414 H, Beirut, Libanon
ü  Izharul Haq, syaikh Rahmatullah al-Hindi, penerbit Cendekia, cet pertama, 2003 M
ü  Majalah Islam Sabili edisi awal tahun 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar